Oleh:
Prof. Dr. H. Fauzul Iman MA
Sang
sufi besar yang bernama Abu Bakar ai-Syibh konon setelah wafatnya hadir dalam
mimpi temannya, berdialog dengan Allah SWT. Apa yang menyebabkan dosamu
diampuni oleh Aku ?" Tanya Allah SWT pada Syibli. "Shalat tepat pada
waktunya, jawab Syibli. Bukan," kata Allah SWT menimpali. Zakat, puasa,
dan ha-jiku yang menyebabkan dosaku diampuni," lanjut Syibli. "Bukan
juga. cetus Allah SWT. Syibli pun heran, "Kalau semua ibadah yang telah
aku jalankan tidak menghapus dosaku. lalu apa yang telah Kau ridha. danku,*
tanya Syibli penasaran. "Aku meridai dan mengampuni selu-ruh dosamu
lantaran engkau telah menolong seekor kucing yang sedang kedinginan dan
kelaparan."
Kisah
di atas dimonumentalkan oleh Syekh Nawawi al-Bantani, dalam kitab syarah
Nashaih al-Ibad. Benar dan tidaknya kisah im dan sisi ilmiah bukan hal penting.
Pelajaran dan kisah itulah sesungguhnya yang patut kita petik. Utamanya untuk
menyikapi situasi kehidupan umat manusia yang semakin han dirasakan jauh dan
rasa kasih dan kekeluargaan.
Di
berbagai tempat kita miris dengan aneka perilaku yang tidak lagi mencintai
bangsa dan aset negaranya sendiri sebagai anugerah Allah. Lihat saja kebrutalan
dan kepanikan masyarakat sudah tidak bisa lagi dikendalikan. Seakan masyarakat
telah tercerabut dari tuntunan keadaban yang berakar dan nilai kemanusiaan dan
moral agama. Dengan begitu, tanpa rasa kasih mereka nekat membunuh sesamanya
dengan sadis. Tidakpeduli apakah yang dibunuh itu rakyatnya, atasannya, teman
dekatnya, keluarganya, atau bahkan anak dan orang tuanya sendiri.
Mengapa
kekerasan ini makin menjad4adi? Jawabannya berpulang kepada para komponen elite
bangsa itu sendin dalam memberikan keteladanan kasih sayang kepada rak-yatnya.
Apakah kaum elite yang mengatakan sudah menyuarakan rakyat dan keadilan telah
dibuktikan untuk membela negara dan rakyatnya? Justru, rakyat kecil marah dan
frustrasi karena kelompok elite tanpa sadar telah melakukan dosa. Berapa banyak
peraturan yang mereka legitimasi akhirnya digerus oleh tangan besi yang
berdarah kolusi. Harta rakyat disulap dengan cek pelawat demi kekuasaan sesaat.
Rakyat menjadi malang karena diadang oleh berbagai kasus korupsi.
Oleh
karena itu, kisah sufi di atas seharusnya menjadi ibrah (pelajaran) yang amat
berharga bagi kita untukmembiasakan din menanamkan kasih sayang yang bermanfaat
kepada siapa pun makhluk Allah SWT. Dengan ibadah simbolis saja yang kita
lakukan tanpa diimbangi dengan amal kemanusiaan, tidaklah Tuhan akan mengampuni
dan meridai.
Rasa
kasih sang sufi di atas yang dicurahkan kepada seekor kucing mengetuk kita
semua untuk berlaku sayang dan adil kepada apa pun dan siapa pun umat manusia
tanpa diskriminasi. Rasa kasih sayang seperti inilah kelak akan mengantarkan
bangsa (negeri) kita menjadi negeri yang kuat (tanpa konflik), selamat, aman,
damai, maju, dan beradab. Semoga. Wallahu'alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar